Dosis infeksius S. enterica serotipe typhi pada sukarelawan bervariasi dari 1000 hingga 1 juta organisme. Strain Vi-negatif pada S. enterica serotipe typhi bersifat kurang infeksius dan kurang virulen dibandingan dengan strain Vi-positif. S. enterica serotipe typhi harus bertahan pada barier asam lambung untuk dapat mencapai usus halus, dan pH lambung yang rendah merupakan mekanisme pertahanan yang penting. Aklorhidria sebagai akibat penuaan, riwayat gastrektomi, atau terapi dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton, atau antasida dalam jumlah besar menurunkan dosis infektif. Pada usus halus, bakteri menempel ke sel mukosa dan menginvasi mukosa. Sel M, sel epitel khusus yang mendasari plak Peyer, kemungkinan merupakan lokasi internalisasi S. enterica serotipe typhi dan berperan sebagai transpor ke dalam jaringan limfoid yang mendasari. Setelah penetrasi, mikroorganisme yang menginvasi bertranslokasi ke folikel limfoid usus halus dan nodus limfe mesenterik, serta beberapa mencapai sel retikuloendotelial pada hepar dan limpa.
Organisme salmonella dapat bertahan dan bermultiplikasi melalui sel fagosit mononuklear pada folikel limfoid, hepar, dan limpa. Pada titik kritis yang kemungkinan ditentukan oleh sejumlah bakteri, virulensi, dan respons inang, bakteri dilepaskan dari habitat intraselular ke dalam aliran darah. Periode inkubasi umumnya sekitar 7-14 hari. Pada fase bakteremik, organisme tersebar secara luas. Lokasi yang paling umum pada infeksi sekunder adalah hepar, limpa, sumsum tulang, kadung empedu, dan plak Peyer pada ileum terminal. Invasi kandung empedu terjadi baik secara langsung melalui darah atau melalui penyebaran retrograde dari empedu. Organisme yang diekskresi di empedu dapat menginvasi dinding usus kembali atau diekskresi di feses. Hitung bakteri pada pasien dengan demam tifoid akut mengindikasikan median konsentrasi berupa 1 bakteri/ ml darah (sekitar 66% nya terdapat di dalam sel fagosit) dan sekitar 10 bakteri/ ml pada sumsum tulang. Meskipun S. enterica serotipe typhi menghasilkan endotoksin yang poten, mortalitas dari demam tifoid yang di terapi pada pasien yang berada di tahap ini <1%. Studi-studi menunjukkan peningkatan kadar sitokin proinflamasi dan antiinflamasi yang bersirkulasi pada pasien tifoid dan pengurangan kapasitas darah lengkap untuk menghasilkan sitokin inflamasi pada pasien dengan penyakit berat.
Tifoid menginduksi respons imun humoral dan selular sistemik dan lokal, namun hal ini memberikan proteksi yang tidak lengkap terhadap relaps dan reinfeksi. Interaksi mediator imunologis inang dan faktor bakteri pada jaringan yang terinfeksi dapat berkontribusi pada nekrosis plak Peyer pada penyakit berat. Bukti hubungan antara tifoid dan infeksi human immunodeficiency virus (HIV) masih bersifat kontradiktif, sedangkan terdapat peningkatan yang besar pada insidens bakteremia salmonella non-typhi pada infeksi HIV. Alel major-histocompatibility-complex (MHC) kelas II dan kelas III menunjukkan hubungan dengan demam tifoid di Vietnam. HLA-DRB1*0301/6/8, HLA-DQB1*0201-3, dan TNFA*2(-308) diketahui berhubungan dengna kerentanan terhadap demam tifoid, sedangkan HLA-DRB1*04, HLA-DQB1*0401/2, dan TNFA*1(-308) berhubungan dengan resistensi penyakit. Polimorfisme pada gen-gen yang mengkode protein makrofag yang berhubungan dengan resistensi alami tidak berhubungan dengan resistensi terhadap tifoid, dimana hal ini kontras dengan kepentingan alel ini pada model tikus.
www.Jasa Jurnal.com
Layanan pencarian jurnal dan penerjemahan jurnal kedokteran bergaransi.
Menerima jasa proof reading atau pengecekan grammar.
Jurnal lengkap (full-text) beserta terjemahannya dapat dipesan melalui jasajurnal.com (diproses 1-2 hri kerja)
Format: “NAMA_PERMINTAAN_JUDULARTIKEL”
Kontak:
LINE ID
Pencarian Jurnal : Jasajurnal3
Terjemah: Jasajurnal4 atau JasaJurnal 5
SMS/WA : 0857 3512 4881 atau 0812 3398 8685
Email : center.jasjur@gmail.com